Zhengzhou — Langkah berani dilakukan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) dalam upaya memajukan sektor pangan daerah. Tak tanggung-tanggung, Mualem bersama rombongan terbang langsung ke Provinsi Henan, Tiongkok, untuk meninjau peternakan ayam petelur terbesar dan paling modern di kawasan itu, Selasa (14/10/2025).
Kunjungan tersebut berlangsung sehari setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) strategis antara Pemerintah Aceh dan mitra Tiongkok, yang menjadi pijakan awal pembangunan kawasan industri unggas terpadu di Aceh.
Di Henan, Mualem meninjau fasilitas milik Xinxiang Anlong Agricultural Technology Co., Ltd., peternakan ayam petelur raksasa yang memproduksi hingga 1 juta butir telur per hari. Seluruh sistem di sana terintegrasi dan otomatis mulai dari pembuatan pakan, pengelolaan kandang tertutup (closed house), hingga pengumpulan dan pengemasan telur.
Teknologi ini memungkinkan pengawasan kesehatan dan produktivitas ayam dilakukan secara real-time melalui sistem smart agriculture, menjadikan Anlong sebagai model ideal untuk pengembangan industri unggas modern di Aceh.
“Apa yang kita saksikan di sini adalah masa depan industri peternakan. Skala, efisiensi, dan penerapan teknologinya sangat menarik. Aceh punya potensi besar untuk membangun fasilitas sekelas ini, agar bisa swasembada pangan dan bersaing di pasar ekspor,” ujar Mualem.
Baca Juga : Dirut PEMA Mawardi Nur: MoU di Tiongkok Jadi Lompatan Besar Investasi Pertanian Aceh
Belajar Langsung dari Produsen Teknologi
Tak hanya meninjau lokasi peternakan, Mualem juga mengunjungi Zhuoyi Husbandry Machinery, salah satu perusahaan penyedia peralatan dan sistem peternakan ayam modern terbesar di Henan.
Di sana, Gubernur Aceh bersama rombongan melihat langsung teknologi yang digunakan dalam industri unggas besar, seperti kandang baterai otomatis, sistem pakan dan minum terintegrasi, kontrol iklim digital, hingga sabuk konveyor pengumpul telur yang beroperasi tanpa henti.
Perwakilan Dinas Penanaman Modal dan PTSP Aceh, Rahmadhani, M.Bus, mengatakan bahwa kunjungan ini memberikan gambaran nyata bagi tim teknis Aceh untuk menerapkan teknologi serupa di Tanah Rencong.
“Setelah MoU kemarin, hari ini kita langsung melihat cetak biru dan sistem yang akan kita bawa ke Aceh. Ini bukan lagi sekadar wacana, tapi langkah konkret untuk mewujudkan kawasan industri unggas terpadu,” jelas Rahmadhani.

Mualem: Aceh Harus Punya Industri Pangan Berkelas Dunia
Kunjungan lapangan ini menunjukkan keseriusan Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Mualem dalam menindaklanjuti kerja sama dengan Zhongke Holdings Green Technology.
Melalui pengamatan langsung terhadap sistem produksi dan bisnis yang telah terbukti berhasil di Tiongkok, diharapkan proses transfer teknologi dan pengetahuan dapat berjalan cepat dan efisien.
“Aceh harus punya industri pangan yang mandiri dan berkelas dunia. Kita mulai dari unggas, tapi ke depan bisa merambah sektor lain seperti perikanan dan pertanian modern. Kita ingin Aceh jadi pusat pangan halal di Asia Tenggara,” tegas Mualem.
Langkah ini menjadi simbol transformasi besar dalam pembangunan ekonomi Aceh dari ketergantungan pada sumber daya alam menuju kemandirian pangan berbasis teknologi modern.
Dari Henan ke Aceh: Awal Babak Baru Swasembada Pangan
Kunjungan ke Henan menjadi momentum penting dalam perjalanan Aceh menuju swasembada dan kedaulatan pangan.
Melalui kemitraan strategis dengan mitra Tiongkok, Aceh berharap dapat mempercepat pembangunan industri unggas terpadu yang tak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tapi juga membuka peluang ekspor ke pasar global.
“Kita belajar langsung dari sumbernya. Dengan kerja keras dan komitmen bersama, Aceh bisa menjadi kekuatan baru di sektor pangan dan industri halal,” tutup Mualem optimistis.