“Jangan lagi kita ulangi sejarah. Aceh selalu ditipu dengan kata-kata manis. Tidak ada istilah kerja sama di sini, yang ada hanyalah pelemahan atas hak kita sendiri,” lanjut Nekjir
Aceh – Sebuah gelombang kontroversi mengemuka dari ujung barat Indonesia. Pemerintah Daerah Sumatera Utara dikabarkan mengajukan permintaan kerja sama pengelolaan terhadap empat pulau yang secara historis, geografis, dan administratif masuk ke dalam wilayah Aceh. Permintaan itu memantik reaksi keras dari para tokoh dan politisi lokal di Aceh.
“Ini bukan sekadar kerja sama. Ini skema legalisasi perampasan dan pengabaian terhadap kekhususan Aceh yang dijamin Undang-Undang,” ujar Nekjir, Wakil Ketua DPRK Aceh Utara dari Fraksi Partai PAS Aceh kepada Ruangpublik.id, Sabtu (08/06/2025).
Baca juga : Skandal 4 Pulau Aceh! DPRK: Jangan Harap Kami Diam!
Menurut Nekjir, keempat pulau tersebut, jika dikelola oleh Pemda Sumut atau di bawah sistem kerja sama yang longgar, berpotensi disulap menjadi zona-zona ekonomi bebas yang bisa mencederai nilai-nilai syariat Islam yang berlaku di Aceh. “Logikanya, pusat hiburan bebas, praktik-praktik liberal sebagaimana yang jamak terjadi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di negara-negara lain bisa dibuka lebar. Ini pelanggaran serius terhadap kekhususan Aceh,” tegasnya.
Celah dalam Otonomi, Ancaman terhadap Wilayah
Permintaan kerja sama ini menguak celah besar dalam sistem desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Aceh yang diberikan status kekhususan melalui Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), semestinya memiliki kedaulatan penuh terhadap pengelolaan wilayah, termasuk pulau-pulau kecil di garis pantainya.
Namun kini, upaya Pemda Sumut justru membuka kembali luka lama. “Jangan lagi kita ulangi sejarah. Aceh selalu ditipu dengan kata-kata manis. Tidak ada istilah kerja sama di sini, yang ada hanyalah pelemahan atas hak kita sendiri,” lanjut Nekjir.
Marwah Aceh, Titik Kritis yang Harus Dijaga
Bagi sebagian besar masyarakat Aceh, pengelolaan wilayah bukan sekadar urusan ekonomi. Ia terkait erat dengan identitas, sejarah perjuangan, dan penerapan syariat yang selama ini menjadi fondasi kekhususan daerah ini.
“Jangan remehkan simbol-simbol kedaulatan lokal. Empat pulau itu bisa jadi titik awal untuk menyamarkan pelanggaran besar,” pungkas Nekjir, menyerukan agar Pemerintah Aceh, tokoh adat, dan ulama bersatu menolak rencana kerja sama ini.
Ruangpublik akan terus menelusuri proses administratif dan politik di balik permintaan ini, serta menelusuri dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan status keempat pulau tersebut.