Banda Aceh – Rehabilitasi tambak HDPE di Kecamatan Labuhan Haji yang dikerjakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh kembali menuai sorotan. Proyek yang digadang-gadang untuk memperkuat sektor perikanan itu diduga bermasalah secara administratif dan kini menjadi sorotan lembaga masyarakat.
Lembaga Transparansi Tender Indonesia (TTI) sebelumnya mengungkap bahwa proyek tersebut sudah ditenderkan, namun tidak dapat dilaksanakan karena terkendala masalah administrasi. Bahkan, kelompok penerima manfaat disebut menolak pengerjaan proyek tersebut lantaran status lahan tambak yang akan direhabilitasi masih bermasalah.
Sorotan semakin tajam setelah Himpunan Pembudidaya Laut Aceh (HIMPALA) ikut angkat bicara. Ketua HIMPALA, Syahril Ramadhan, menuding bahwa permasalahan proyek tambak HDPE hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang terjadi di tubuh DKP Aceh, khususnya di bidang budidaya yang dipimpin oleh Kabid Budidaya Abdus Syakur.
“Di DKP Aceh sudah lazim terjadi hal-hal seperti ini. Setiap tahun selalu muncul masalah sejak DKP dipimpin oleh Aliman dan Kabid Budidayanya, Abdus Syakur,” ujar Syahril dalam keterangannya, Rabu (8/10/2025).
Syahril menyebut, bidang budidaya DKP Aceh telah menjelma menjadi “lumbung penyimpangan anggaran”. Ia menuduh Abdus Syakur menjadi bagian dari praktik “mafia anggaran” yang kerap mengatur proyek untuk kepentingan pribadi.
“Bidang budidaya di bawah Abdus Syakur tidak berjalan sesuai tupoksi. Mereka justru bermain anggaran. Buktinya hampir setiap tahun selalu ada temuan teknis dan penyimpangan mulai dari perencanaan hingga realisasi,” katanya.
Syahril juga mengungkap adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021 terkait kegiatan pengadaan benih ikan yang menyebabkan kerugian negara dan diperintahkan untuk dikembalikan. Namun, menurutnya, hingga kini temuan tersebut belum ditindaklanjuti oleh pihak DKP Aceh.
“Berdasarkan data yang kami dapatkan, bukan lagi dugaan. Ada kerugian negara yang diminta pengembalian. Dan kerugian itu berdasarkan hasil audit BPK sampai sekarang belum dikembalikan,” tegasnya.
Tak hanya menyoal penyimpangan, Syahril juga menuding adanya politik jabatan dan intrik internal di DKP Aceh. Ia menyebut Aliman dan Abdus Syakur diduga menggunakan laporan hasil pemeriksaan BPK untuk menekan pejabat lain yang dianggap lawan politik birokrasi mereka.
“LHP BPK itu justru dimanfaatkan untuk menghajar pejabat lawan. Sedangkan temuan terhadap mereka sendiri justru dibiarkan,” ungkapnya.
Menurut Syahril, kedua pejabat tersebut bahkan pernah menggerakkan demonstrasi mahasiswa untuk menekan pimpinan DKP Aceh kala itu agar dimutasi, demi mengamankan posisi mereka di instansi tersebut.
“Saya sudah dapat banyak informasi tentang DKP Aceh dan bidang budidaya. Kejahatan mereka sudah kami catat. Jika tidak ada tindakan, kami siap menggerakkan massa untuk menggeruduk DKP Aceh,” ancamnya.
Syahril berharap pemerintahan Gubernur Aceh Mualem) dan Dek Fadh segera turun tangan menata ulang DKP Aceh yang dinilainya sudah menyimpang dari fungsinya.
“Kami minta Gubernur Aceh tegas! Segera copot Abdus Syakur dari Kabid Budidaya. Kalau tidak, kami akan turun langsung menggeruduk DKP Aceh, bahkan ke kantor Gubernur,” tegas Syahril.