Pidie — Harapan ribuan penambang rakyat di Pidie untuk bekerja secara legal kini semakin dekat menjadi kenyataan. Bupati Pidie, Sarjani Abdullah, resmi mengajukan usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada Pemerintah Aceh dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Usulan tersebut tertuang dalam Surat Nomor: 500.10.25/3933 tanggal 3 Oktober 2025, yang menjadi langkah konkret Pemkab Pidie untuk menghadirkan tata kelola pertambangan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Juru Bicara Bupati Pidie, Andi Firdhaus, SH, CPM, atau dikenal dengan Andi Lancok, mengatakan langkah ini merupakan komitmen kuat Bupati dalam memberikan ruang legal bagi masyarakat kecil yang selama ini menggantungkan hidupnya dari tambang rakyat.
“Bupati merespons cepat Surat Gubernur Aceh Nomor 500.10.25/2656 tentang Usulan WPR. Ini bagian dari komitmen agar masyarakat penambang punya kepastian hukum dan tidak terus berada di area abu-abu,” ujar Andi di Pidie, Sabtu (4/10/2025).
Dalam surat tersebut, Pemkab Pidie mengusulkan tiga lokasi potensial untuk ditetapkan sebagai WPR, yakni:
-
Kecamatan Tangse seluas ±387 hektar
-
Kecamatan Mane seluas ±328 hektar
-
Kecamatan Geumpang seluas ±1.451 hektar
Ketiga wilayah ini selama ini dikenal sebagai kantong penambangan rakyat tradisional, dengan aktivitas yang sudah berlangsung turun-temurun.
“Identifikasi lokasi dilakukan berdasarkan potensi mineral dan aspirasi masyarakat di lapangan. Pemerintah ingin aktivitas ini berjalan aman, legal, dan tetap menjaga lingkungan,” jelasnya.
Menurut Andi, tujuan utama dari penetapan WPR adalah melindungi penambang rakyat dari jerat hukum sekaligus memastikan kegiatan pertambangan berjalan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pemkab Pidie juga berkomitmen memperjuangkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di wilayah tersebut agar masyarakat bisa bekerja dengan izin resmi tanpa harus terjerat masalah hukum atau praktik ilegal.
“Ini bentuk keberpihakan Bupati kepada masyarakat kecil. Pemerintah hadir memberi solusi legal agar kegiatan tambang rakyat tetap memberi manfaat tanpa merusak,” kata Andi, yang juga dikenal sebagai mantan aktivis 98.
Selain sisi hukum, langkah ini juga diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi pedesaan, membuka lapangan kerja baru, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang.
“WPR akan menjadi instrumen untuk memperkuat ekonomi lokal. Jika dikelola dengan benar, masyarakat tidak hanya bekerja aman, tapi juga sejahtera,” tambahnya.
Usulan resmi tersebut kini tengah diproses Pemerintah Aceh untuk dievaluasi, sebelum diteruskan ke Kementerian ESDM guna penetapan akhir wilayah WPR.
Tembusan surat turut dikirimkan kepada Badan Geologi Kementerian ESDM, Ketua DPR Aceh, Ketua DPRK Pidie, Kepala DPMPTSP Aceh, dan Kepala DLHK Aceh.
Dengan langkah ini, peluang legalisasi tambang rakyat di Pidie kini tinggal selangkah lagi menuju kenyataan.