Pulau Aceh Raib ke Sumut, Siapa Dalangnya?

Banda Aceh – Empat pulau strategis di perairan barat Sumatera diduga telah “hilang” dari Aceh dan diam-diam dicaplok ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara sejak lebih dari satu dekade lalu. Pemerintah Aceh geram, publik pun bertanya: ada apa di balik penetapan ini?

Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang—yang selama ini diyakini sebagai bagian dari Aceh Singkil—resmi masuk ke Sumatera Utara melalui proses yang tak banyak diketahui publik. Bahkan, sejak 2012, Pemerintah Indonesia telah melaporkan ke PBB bahwa empat pulau itu adalah milik Sumut. Langkah ini dilakukan tanpa keterlibatan penuh rakyat Aceh!

Baca juga : Empat Pulau Aceh Dicaplok Sumut, Pemerintah Aceh Siap Tempur!

Penetapan ini kemudian diperkuat melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022 serta gazeter resmi Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 2020. Proses pembakuan nama dan wilayah dilakukan berdasarkan Perpres 112 Tahun 2006. Namun, ironisnya, Aceh mengklaim tidak pernah sepenuhnya menyetujui hasil akhirnya.

Yang bikin geger, dokumen lama menunjukkan bahwa keempat pulau itu sebelumnya masuk dalam wilayah Aceh. Bahkan, pada tahun 1992, disebutkan telah ada kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut—disaksikan oleh Mendagri—yang menyatakan keempat pulau tersebut berada di bawah Aceh.

Namun pada 2008, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang berisi perwakilan kementerian dan lembaga—tanpa sorotan publik—memasukkan keempat pulau itu ke Sumut setelah verifikasi teknis. Analisis spasial menggunakan ArcGIS di 2017 pun digunakan untuk memperkuat keputusan ini, meski pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni dan minim infrastruktur dari Sumut.

Fakta-fakta mencengangkan lain pun mencuat.
Di Pulau Panjang dan Mangkir Ketek, terdapat tugu selamat datang bertuliskan “Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”, lengkap dengan prasasti dan infrastruktur seperti mushala, rumah singgah, hingga dermaga yang dibangun Pemerintah Aceh sejak 2012.

Namun kini, semua itu terancam hanya jadi peninggalan sejarah.
Masyarakat Aceh mulai mempertanyakan: apakah ini bentuk pengabaian terhadap wilayah, atau ada “permainan tersembunyi” yang menguntungkan pihak tertentu?

Pemerintah Aceh menyatakan tidak tinggal diam. Di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf dan Wagub Fadhlullah, mereka menegaskan akan memperjuangkan kembalinya keempat pulau tersebut ke pangkuan Tanah Rencong. “Ini bukan soal ego, tapi soal harga diri Aceh,” tegas Kepala Biro Pemerintahan dan Otda Aceh, Syakir.

Sementara itu, publik menunggu: Akankah konflik batas ini berakhir di meja musyawarah, atau berujung di Mahkamah Konstitusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *