SAPA Desak Polresta Audit Dugaan Pungli di MIN 9 Banda Aceh

“Ada beberapa laporan anonim yang kami terima. Salah satunya menyebut biaya masuk MIN 9 mencapai Rp3 juta. Ini sangat meresahkan masyarakat,” kata Fauzan, Senin (26/5/2025).

 

Banda Aceh – Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) secara resmi meminta Polresta Banda Aceh melakukan audit menyeluruh terhadap dugaan pungutan liar (pungli) di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 9 Kota Banda Aceh. Desakan ini muncul setelah sejumlah wali murid melaporkan biaya masuk sekolah yang dianggap memberatkan.

Ketua SAPA, Fauzan Adami, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima berbagai pengaduan, salah satunya terkait pungutan hingga Rp3 juta per siswa untuk biaya masuk. Rinciannya, Rp1 juta disebutkan untuk pembelian komputer dan Rp2 juta untuk atribut sekolah.

“Ada beberapa laporan anonim yang kami terima. Salah satunya menyebut biaya masuk MIN 9 mencapai Rp3 juta. Ini sangat meresahkan masyarakat,” kata Fauzan, Senin (26/5/2025).

Fauzan mengungkapkan bahwa pihak sekolah diketahui telah mengembalikan dana Rp1 juta untuk pembelian komputer. Hal ini, menurutnya, bisa diartikan sebagai bentuk pengakuan tidak langsung bahwa permintaan dana tersebut keliru.

“Namun, Rp2 juta untuk atribut masih dibebankan ke orang tua. Atribut seperti apa yang sampai harus dibayar sebesar itu? Ini menimbulkan dugaan kuat adanya mark-up atau bahkan pungli,” ujarnya.

SAPA menyebut bahwa besaran biaya atribut yang tidak wajar perlu diinvestigasi lebih lanjut. Mereka mendesak Polresta Banda Aceh segera mengaudit seluruh komponen pungutan yang dibebankan kepada wali murid.

Kasus ini mencuat setelah viralnya kisah seorang petani yang gagal menyekolahkan anaknya ke MIN 9 karena tidak mampu membayar biaya pendaftaran ulang. Cerita tersebut memicu gelombang laporan serupa dari warga lainnya, meski sebagian besar memilih melapor secara diam-diam karena khawatir anak mereka mendapat tekanan dari pihak sekolah.

Fauzan menegaskan, praktik pungutan saat proses daftar ulang di madrasah negeri bertentangan dengan hukum. Ia mengacu pada Permendikbud No. 1 Tahun 2021 yang secara tegas melarang segala bentuk pungutan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), serta KMA No. 184 Tahun 2019 yang menyebut kebutuhan operasional madrasah negeri telah ditanggung negara melalui Dana BOS.

“Jika pungutan tetap dilakukan, maka bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor,” jelas Fauzan.

SAPA juga menduga praktik pungutan ini bukan baru terjadi tahun ini.

“Kami curiga ini sudah jadi rutinitas tahunan, termasuk pungutan untuk komputer dan atribut. Karena itu, kami mendesak audit menyeluruh hingga 10 tahun ke belakang terhadap seluruh pungutan dan penggunaan Dana BOS di MIN 9,” tegasnya.

Ia menyayangkan kondisi di mana warga miskin justru terhambat akses pendidikannya akibat biaya yang membebani.

“Betapa ironis, ketika rakyat kecil ingin menyekolahkan anaknya, justru dihadapkan pada tembok biaya. Pendidikan bukan ladang bisnis. Bila ada oknum yang menjadikannya ladang keuntungan, itu adalah pengkhianatan terhadap konstitusi. Aparat penegak hukum harus segera bertindak,” pungkas Fauzan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *